Rabu, 28 Januari 2015

KIAT-KIAT MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAKIKI (1)

KIAT-KIAT MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAKIKI
[bagian ke-1 dari 2 tulisan]
Setiap orang pasti ingin hidup bahagia, terlepas dari cara yang ditempuh dalam mewujudkannya. Namun realitanya tidak sedikit dari manusia yang menyimpang dari jalan yang lurus dalam menggapai kebahagiaan, di mana di antara sebabnya karena mereka terbuai oleh kebahagiaan dunia yang semu lagi menipu.
Sebagian mereka melihat bahwa kebahagiaan itu ada pada harta, yang lainnya beranggapan ada pada tahta, sebagiannya lagi memandang ada pada prestasi dan popularitas. Sehingga setiap mereka berusaha mewujudkan apa yang mereka impian menjadi sumber kebahagiaan. Siapa yang paling giat, itulah yang paling tersesat dan paling jauh dari tuntunan Agama.
Lantas, dimanakah sebenarnya kebahagiaan hakiki itu berada, dan apa saja kiat-kiat untuk menggapainya? Jawabnya, ada pada agama Islam. Adapun kiat-kiatnya, bisa dibaca pada poin-poin singkat di bawah ini. Semoga bermanfaat.
○ Kiat-Kiat Menggapai Kebahagiaan Hakiki
Dalam menggapai kebahagiaan harus meniti jalan yang telah digariskan. Seorang yang mengharapkan kebahagiaan namun enggan meniti jalannya, maka tiada mungkin ia dapat menggapainya.
Seorang penyair berkata:
تَرْجُوْ النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا  إِنَّ السَّفِيْنَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى الْيَبَسِ
Engkau berharap keselamatan namun enggan meniti jalannya....
(Ketahuilah) perahu itu tidak pernah bisa berlayar di daratan
Berikut beberapa sebab datangnya kebahagiaan hakiki yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan kekal abadi di dalam surga Allah ta’ala.
[1]. Beriman kepada Allah dan beramal shalih.
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata (al-Wasa’il al-Mufidah): “Sebab teragung dan mendasar untuk menggapai kebahagiaan adalah beriman dan beramal shalih.” Kemudian beliau membawakan firman Allah ar-Rabb ta’ala berikut:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً.
Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik. (QS. an-Nahl: 97)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau menafsirkan kehidupan yang baik dengan kebahagiaan. Mujahid dan Qotadah berkata: “Tiada kehidupan yang baik bagi seseorang kecuali kehidupan di surga.” (Tafsir Ibn Katsir)
[2]. Beriman kepada takdir Allah, yang baik dan yang buruk.
Ketahuilah, apa yang akan menimpamu maka tidak akan luput darimu, dan apa yang luput darimu tidak akan mungkin menimpamu. Orang yang seperti ini berarti ia beriman kepada takdir Allah. Dan beriman kepada takdir Allah merupakan rukun iman yang dapat membawa kepada kebahagiaan.
Allah berfirman seraya menjelaskan buah keimanan kepada takdir-Nya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِيْ كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيْرٌ. لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوْا بِمَا آَتَاكُمْ.
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS. al-Hadid: 22-23)
[3]. Menuntut ilmu syar’i.
Cukup satu hadits berikut untuk menjelaskan hal ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللَّهِ: يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ.
Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah, mereka membaca al-Qur'an dan mempelajarinya, melainkan ketenangan akan turun kepadanya, rahmat Allah akan meliputinya, malaikat mengitarinya, dan Allah memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)
Dengan ilmu, seorang tahu hikmah di balik musibah, tahu bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah dengan adil, tahu bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah dengan kembali ke agama, dan tahu bahwa kebahagiaan hakiki adalah di akhirat kelak, sehingga tidaklah ia menjadikan dunia ini melainkan sebagai sarana untuk menuju akhiratnya.
[4]. Memperbanyak zikir kepada Allah dan membaca al-Qur'an
Firman-Nya:
أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ.
Ingatlah, hanya dengan berzikir kepada Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. ar-Ra’du: 28)
Ulama berkata: “Seutama-utama zikir adalah tilawah kitabullah ‘azza wa jalla.” (Tilawah al-Qur’an memiiki dua makna: membaca dan mengamalkannya)
Muslim yang istiqomah berzikir kepada Allah akan bahagia dan tentram hatinya. Sebaliknya, orang yang enggan mengingat-Nya akan sempit kehidupanya. Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Toha: 124)
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menyebutkan beberapa faedah dari berzikir kepada Allah, di antaranya dapat mengusir kesedihan dan gundah gulana dari hati serta mendatangkan kesenangan, kebahagiaan, dan kelapangan dada. (Tazkiyatun Nufus, Ahmad Farid)
[bersambung insya Allah]
Semoga dimudahkan untuk menggapainya. Aamiin.
Bagian Indonesia
ICC DAMMAM KSA
0556288679

Tidak ada komentar:

Posting Komentar