DI ANTARA KISAH ORANG DAHULU
Di antara cara jitu dalam menuntut ilmu sekaligus trik manjur untuk membunuh rasa jemu adalah dengan membaca kisah nyata atau cerita para pendahulu. Darinya kita dapat mengambil banyak pelajaran. Kita dapat mencontoh sifat baik yang disampaikan atau menjauhi sifat buruk yang disuguhkan. Oleh karenanya, berikut kami bawakan beberapa kisah yang semoga sarat faedah. Selamat menyimak.
★ Mana yang lebih Menakjubkan?!
Di antaranya adalah kisah beberapa penduduk kota Baghdad dengan Muhammad bin Abdul Wahid al-Bawardi Abu ‘Amr az-Zahid (wafat 345 H). Ia terkenal dengan kekuatan hafalan yang luar biasa. Apabila ditanya tentang sesuatu maka dia menjawabnya (dengan jawaban dusta), dan bila ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama tahun depan ia bisa menjawab dengan jawaban yang sama seperti jawaban sebelumnya.
Ada sebuah riwayat, disebutkan bahwa sekelompok penduduk Baghdad melewati sebuah jembatan, lalu mereka mengingat kedustaan yang biasa dilakukan Abu ‘Amr. Seorang dari mereka berkata: “Aku akan balik kalimat قنطرة (qontoroh/jembatan) menjadi هرطنق, lalu aku akan tanyakan artinya kepada dia.”
Ketika mereka menemui Abu ‘Amr, orang itu bertanya: “Syaikh apa arti kata هرطنق dalam bahasa Arab? Lalu ia menjawabnya dengan panjang lebar. Orang-orang tertawa mendengarnya lalu mereka izin pergi.
Setelah berlalu satu bulan, mereka mengirim utusan untuk menanyakan kata yang sama kepada Abu ‘Amr, ia pun menjawab: “Bukankah aku pernah ditanya seputar masalah ini dahulu, bla bla bla?!” tapi kemudian dia menjawab dengan jawaban persis seperti jawaban yang sebelumnya sebulan lalu. Mendengar hal itu orang-orang berkata: “Kami tidak tahu, mana yang lebih mengherankan dari dua perkara itu; apakah kekuatan hafalannya bila itu ilmu, atau dari dustanya bila ia berdusta?!
★ Sang Pengarang
Kisah selanjutnya masih dari Abu ‘Amr az-Zahid. Dihikayatkan bahwa Mu’izz ad-Daulah Ibnu Buwaih mengangkat seorang berkebangsaan Turki untuk menjadi kepala polisi di Baghdad, namanya خواجا (khowaajaa). Kabar tersebut sampai kepada Abu ‘Amr az-Zahid. Pada waktu itu ia sedang mendikte kitabnya al-Yawaaqiit dalam bidang bahasa. Lalu ia berkata kepada para jamaah di majelisnya: “Tulislah Yaaquutah khowaajan (ياقوتة خواجا), al-khowaaj asal bahasanya dari kata al-Juu’/lapar (الجوع). Kemudian dia mendiktekan akar kata tersebut. Ketika itu orang-orang sudah merasakan kalau ia telah berdusta.
★ Pertanyaan dan Jawaban sama-sama Dusta
Adalah Sha'id bin al-Hasan al-Baghdadi (wafat 417 H), sebagaimana disebutkan Ibnu Katsir rahimahullah, meski ia fasih namun dituduh banyak berdusta. Maka itu orang-orang menolak kitabnya dalam bidang bahasa yang berjudul al-Fushuush, sehingga kitab tersebut tidak masyhur di tengah manusia.
Dia adalah orang yang lucu dan begitu cepat menjawab pertanyaan. Pernah suatu ketika di majelis ada laki-laki buta bertanya kepadanya tentang arti dari kata al-Haronqol (الحرنقل) yang sengaja ia buat asal-asalan. Lalu Sha'id sesaat menundukkan kepalanya, ia tahu bahwa lelaki buta itu mengarang-ngarang kalimat itu, kemudian ia mengangkat kepalanya dan menjawab: “Artinya adalah, laki-laki yang mendatangi seorang wanita yang suaminya buta.” Para hadirin pun tertawa mendengarnya, sedangkan lelaki buta itu malu sendiri. Inilah yang namanya balasan sesuai dengan perbuatan. Meski keduanya sama-sama tidak baik, yakni sama-sama mengarang, sama-sama dusta.
★ Anti Fanatik
Dahulu Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah membenci berdebat dengan ahlu bid’ah. Imam al-Ghazali rahimahullah menghikayatkan di dalam kitabnya al-Munqizh bahwa beliau mengingkari karya al-Harits al- Muhasibi rahimahullah yang membantah Muktazilah.
Al-Harits mengatakan: “Membantah bid’ah hukumnya wajib.”
Imam Ahmad menjawab: “Iya, benar. Namun engkau menyebutkan syubhat mereka baru kemudian membantahnya. Dikhawatirkan orang-orang hanya membaca syubhatnya saja dan tidak menoleh kepada jawabannya.”
Al-Ghazali berkomentar seraya menunjukkan sikapnya, “Apa yang disebutkan oleh Ahmad itu benar apabila syubhatnya belum menyebar dan masyhur di tengah manusia. Namun jika sudah menyebar, maka syubhat itu wajib dijawab. Tentu saja tidak mungkin bisa dijawab melainkan disebutkan syubhatnya terlebih dahulu.”
Semoga kita dimudahkan mengambil kebaikan dan membuang keburukan yang ada pada beberapa kisah di atas.
[al-Ta’aalum, Bakr bin Abdillah Abu Zayd]
✅ Bagian Indonesia
ICC DAMMAM KSA
+966556288679
===================
[10/05/1436 H ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar